Rabu, 19 Januari 2011

SIM = SURAT IZIN MEMBUNUH?


Tiba-tiba sebuah motor yang dikendarai seorang laki-laki usia 30 tahunan yang memboncengkan bocah kecil “nyosor” dengan santainya memotong jalan motorku yang membawa tanggungan dua nyawa lainnya, anakku dan istriku. Seketika klakson aku bunyikan dengan keras, disertai dengan kata bernada “margasatwa”. Ternyata orang ini belum puas bikin kesal aku hari itu, balik berkata “Apa Loe?” Terlanjur basah, aku bilang : Otak Loe di pake, Loe hati-hati bawa anak kecil, dasar @#..!, %$&^$" dst. Dua pihak sama-sama panas, untung istriku mendinginkan dan menyuruh orang itu untuk jalan terus saja. 

Kejadian seminggu yang lalu sebenarnya bukan sekali ini saja terjadi, sering aku harus mengajak ribut seseorang yang ugal-ugalan di jalan, istriku sudah hapal tentang itu hehehe...
Bagiku itu adalah memberi shock therapy orang-orang semacam itu, tentunya jika orang itu mau berfikir sedikit saja, “kenapa aku dimarahin, apa yang salah dengan cara berlalu lintasku?”.
Pertanyaan “bagaimana bisa orang ini lulus ujian SIM?” selalu jadi bagian dialogku dengan istri setiap kejadian itu terjadi. Orang-orang ini sudah seperti para pembunuh berdarah dingin, ada ruang sedikit langsung disikatnya, dimarahin malah balik marah, gak memikirkan orang lain, egois, bahkan terhadap anak atau istri yang diboncengkannya. Orang-orang semacam ini menurutku tidak layak dan tidak berhak ada di jalan raya sebagai seorang pengemudi. Jengkel tentunya jika kita sudah sangat berhati-hati, kita harus celaka oleh orang-orang yang sembrono, bermental tidak peduli dengan orang lain bahkan diri dan keluarganya sendiri.